Rindu kampung halaman saat
menempuh studi di luar kota sudah menjadi hal yang biasa bagi mahasiswa
perantauan sepertiku. Di semester tua ini, kesempatan untuk bisa pulang kampung
sangat langka. Memanfaatkan waktu sabtu dan minggu dengan sebaik mungkin untuk
mengerjakan tugas atau nyicil nulis proposal. Aku bangga menjadi orang Kediri.
Kadang sering menjadi bahan bullying saat kuliah dan saat KKN lalu. Ada yang
bilang Kediri bioskopnya ndak up to date, Simpang Gumul catnya jelek dsb. Aku
sebagai warga Kediri menimpali bercandaan semacam itu dengan balik melakukan
bullying pada daerah asal teman yang membully. Hahaha ini yang bikin seru saat
kuliah. Yang kerap membullyku ya anak Blitar, karena dia tahu seluk beluk
Kediri dengan sangat bagus. Bullying dilakukan sejak awal semester lalu sampai
saat ini. Kami hanya bercanda, tanpa ada niat menjelekkan daerah lain. Kami
ndak separah bullying yang dilakukan pada kota Bekasi kok (yang sekarang
menjadi trending topic)
Aku, berasal dari sebuah dusun
terpencil yang jauh dari tempat fotokopi, warnet ataupun Indomart. Untuk
fotokopi pun, harus keluar dusun melewati jalan dengan kanan kiri pematang
sawah yang luas. Jika malam hari, tidak ada penerangan di jalan itu.
Satu-satunya penerangan ya dari lampu sepeda motor yang dinaiki. Temanku SMA
maupun teman kuliah yang main ke rumahku selalu bilang “ndeso” ya. Hahahaha..Dusunku
tinggal bernama Dusun Sekaran Kidul Desa Sekaran Kecamatan Kayen Kidul
Kabupaten Kediri. Aku merindukan dusun ini karena ketenangan dan keramahan
tetangga. Tetanggaku sangat care padaku. Buktinya saat aku sakit, sedusun yang
terdiri dari tiga baris ini banyak yang menjengukku di rumah sakit maupun saat
aku di rumah setelah dari rumah sakit. Hampir semuanya menjengukku membawakan
buah ataupun makanan ringan. Saat mereka ramai-ramai menjengukku di rumah
sakit, para pasien yang berada di kamar Tanjung heran melihat banyaknya orang
yang membesukku. Ada yang meneteskan air mata saat menjengukku, ada yang merasa
kasihan padaku hingga memilih keluar ruangan karena tak tega melihat wajahku
yang saat itu terbilang mengenaskan. Terimaksih para tetanggaku :*
Aku rindu suasana sholat shubuh
jamaah di musholla dekat rumah. Rindu tenangnya dusunku selepas magrib, jarang
ada sepeda motor yang bersliweran di jalan. Rindu suasana sholat Id. Rindu
makan berkat bersama setelah sholat Id di masjid. Rindu sapaan tetanggaku saat
aku ikut belanja “Mbak Dika teko kapan?”. Rindu mengajar les anak TK,SD, SMP
dan SMA yang masih polos belum senakal anak yang ada di Surabaya (yang pernah
aku beri les). Rindu digodai sama bapak yang jualan ayam, langganan ibuk,
bapaknya selalu menggodaiku “Wah, dilut engkas iki” Hahahaha. Rindu rujak
ciungurnya tetanggaku yang super wenak. Yang di Surabaya lewat wes. Rindu
ningguin bapak yang jualan gethuk lindri (jajanan favoritku) di depan rumah
sambil ngantuk-ngantuk. Rindu Dusun Sekaran Kidul dengan segala isinya.
Yang paling aku rindukan adalah
keluarga tercinta. Ibuk, selalu sms gini setelah aku bilang mau pulang ke rumah
“Nduk, njaluk dimasakne opo?” dobel muah :* buat ibuk tercinta. Tiba dirumah,
ibuk sudah menyiapkan makanan kesukaanku. :] Lain dengan bapak yang selalu menawarkan makan saat aku baru dari
turun dari kereta “Nduk, luwe gak? Ayo nyoto”. Ujungnya, aku sama bapak selalu
kuliner malam hari. Mampir ke warung Soto Ayam Kampung khas Surabaya yang ada
di depan pasar Bogo. Kedua orang tuaku sangat sensitif mengenai makan. Mereka
takut, aku kena tifus karena telat makan. Takut maagku kumat saat aku lagi
males makan. Saat mau balik ke Surabaya pun, aku selalu dibawakan bekal makan.
Yang paling cerewet masalah ini adalah bapakku. Pernah sekali aku menolak
dibawakan bekal karena bawaanku yang cukup berat. Endingnya ibukku yang kena
omelan bapak. Ibuk bilang omelannya bapak kayak gini ke ibuk “ Ngunu kuwi anake
yo tetep digawani sego. Masiyo abot yo gak popo. Engko nak wes tekan kos mesti
kesel. Nek wes enek sego , dika lak gak bingung tuku maem nang njobo” Aku
sempat merasa menyesal karena membuat bapak ibuk menjadi debat gara-gara aku
gamau dibawakan bekal saat balik Surabaya. Setelah itu, aku selalu mengiyakan
jika ibuk dan bapak membawakan bekal. :] Sayangnya mereka padaku :]
Saat pulang ke rumah, selalu
memanfaatkan quality time dengan mereka.
Aku meskipun pulang ke Kediri, aku jarang banget jalan-jalan ke luar rumah
kecuali buat beli obat jantungnya tetanggaku sama beli keperluan kosmetik di
Pare. Selalu menguasahakan agar bisa sholat jamaah magrib sama bapak, ibuk dan
adik di rumah. Quality time saat bersama bapak ya saat bapak minta buat
“metani” rambut putih yang mulai banyak. Bapak bilang gatalnya Masyaallah. Bisa
sampai 1,5 jam aku betah “metani” rambut putih yang ada. Saat itu, aku bisa
curhat panjang lebar mulai dari kuliah, teman, cowok, ibuk kos, dosen sampai
masalah jodoh. Kalau dicurhati masalah cowok, bapakku selalu menjawab “Kuliah
sing tenanan nduk, pacaran e mben ae “. Lain lagi dengan ibuk, quality timenya
saat bantu beliau masak di dapur ataupun saat nonton TV. Yang aku curhatkan
sama kok, ibuk cenderung “memberi izin” aku pacaran. Tapi bersyarat lo ijinnya,
syaratnya IPK ku harus naik. Tenang aja buk, gak pacaran pun aku selalu berusaha
menaikkan IPK. Aku sedang menikmati indahnya tanpa pacar. Indahnya kumpul
dengan teman-teman. :]
Eh, iya ada yang kelupaan. Saat
pulang kampung, aku sedikit merasa terintimidasi oleh guyonan tetangga yang
bikin ger -______-. Masalahnya, temanku sekolah SD, hampir semuanya udah menikah.
Terus aku ditnyai kapan nyusul. Duh, orang-orang ini sibuk banget ya ngurusin
hidupku. Aku gak papa lo padahal. Aku melhat teman-temanku yang sudah menikah
wajahnya kelihatan lebih tua dari aku. Mungkin mereka sudah mikir bagaimana
keluarga, bagaimana menghidupi anaknya. Aku merasa nyaman dengan kondisiku saat
ini kok :] Aku sedang menanti orang yang dipersiapkan Allah. Tentunya di bawah
langit yang sama, di atas bumi tempatku berpijak saat ini :]
Eh, ini kenapa ngelantur jauh
banget ya. Dari ngomongin kampung halaman kenapa jadi ngomongin jodoh?
#gagalfokus
0 komentar:
Posting Komentar