A. Tujuan
Menentukan kadar vitamin C (asam askorbat) dalam sampel
jeruk buah dan jeruk nipis secara titrasi iodimetri
B. Landasan Teori
Vitamin merupakan
golongan senyawa organik sebagai pelengkap makanan yang sangat diperlukan oleh
tubuh . Vitamin memiliki peran
sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi
tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal.
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan senyawa bersifat asam dengan rumus
empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol).
Vitamin C atau asam askorbat merupakan asam gula
yang banyak terdapat pada buah-buahan.Kegunaan
Vitamin C adalah sebagai antioksidan dan berfungsi penting dalam pembentukan
kolagen, membantu penyerapan zat besi, serta membantu memelihara pembuluh
kapiler, tulang, dan gigi. Konsumsi dosis normal Vitamin C 60 – 90 mg/hari.
Vitamin C banyak terkandung pada buah dan sayuran segar.
Vitamin
C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan
sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur
radial yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lekton. Bentuk
vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat, D-asam askorbat
jarang terdapat dialam dan hanya dimiliki 10% aktivitas vitamin C.
Gambar 1. Struktur Vitamin C
Penentuan vitamin C pada suatu produk dapat dilakukan dengan cara titrasi
iodimetri. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara
iodine sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih
rendah dari sistem iodin dimana sebagai indikator larutan amilum. Titrasi
dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8)
Dalam
titrasi iodimetri, iodin digunakan sebagai agen pengoksidasi, namun dapat
dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur
reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Vitamin C merupakan pereduksi yang
sangat kuat maka tepat jika digunakan sebagai sampel dalam titrasi iodimetri.
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini
potesial reduksi iodium (+ 0,535 volt), karena vitamin C mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil (+ 0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat
dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Deteksi titik akhir titrasi pada
iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan
warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi.
Di bawah ini adalah reaksi antara vitamin C dengan
iodin :
C. Alat dan Bahan
·
Alat
1. Statif
2. Klem
3. Buret
50 mL
4. Labu
titrasi
5. Labu
takar 100 mL
6. Gelas
beaker 100 mL
7. Gelas
ukur 10 mL
|
8. Pipet
Tetes
9. Neraca
10. Kaca
Arloji
11. Gelas
Pengaduk
12. Ball
Pipet
13. Pipet
Volume 10 mL
|
·
Bahan
1. Akuades
2. I2
3. H2SO4
2N
4. Amilum
10 %
5. KIO3
|
6. Na2S2O3
7. KI
8. Jeruk
Nipis
9. Jeruk
Buah
|
D. Prosedur Kerja
1.
Pembuatan
Larutan Standar Primer KIO3 0,1 N
Menimbang 0,3567 g
kristal KIO3, melarutkan dengan akuades sampai 100 mL dalam Labu
ukur. Kemudian dihomogenkan.
2.
Pembuatan
Larutan Standar Iodium 0,01N
Ditimbang
0,5 g kristal KI lalu dilarutkan dalam 40 mL aquades. Kemudian ditimbang 0,6345
g kristal I2 dan dimasukkan dalam larutan KI sedikit demi sedikit
sampai semuanya larut. Campuran larutan dimasukkan dalam labu takar 500 mL.
Kemudian ditambahkan akuades sampai tanda batas.
3.
Pembuatan
Larutan Na2S2O3 0,1 N
Menimbang
kira-kira 2,4807 g Na2S2O3.5H2O
dilarutkan dengan akuades dalam beaker glass. Setelah itu dimasukkan dalam labu
ukur 100 mL dan ditambahkan akuades lagi
sampai tanda batas. Larutan kemudian dihomogenkan.
4.
Pembuatan
Larutan Amilum 1%
Ditimbang
1 g amilum, lalu dilarutkan kedalam 100 mL aquades dingin. Kemudian dipanaskan
dalam penangas air.
5.
Pembuatan
KI 10%
Ditimbang
kristal KI sebanyak 5 g, lalu dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL dalam labu
ukur.
6.
Standarisasi
Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3
0,1 N
Dipipet
10 mL larutan KIO3 0,1 N, kemudian memasukkan ke dalam labu titrasi.
Setelah itu, ditambahkan 5 mL larutan KI 10%, lalu ditambahkan 2 mL larutan H2SO4
2N. Dititrasi dengan larutan sampai berwarna kuning muda. Selanjutnya
ditambahkan beberapa tetes larutan amilum 1% lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3
sampai warna biru hilang.
7.
Standarisasi
Larutan I2 dengan Larutan Standar Na2S2O30,01
N
Dipipet
10 mL larutan I2, lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3
sampai warna kuning muda. Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan
amilum, selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna birunya
hilang.
8.
Penetapan
Kadar Vitamin C dalam Larutan dengan Larutan Iodium Standar
Sampel
jeruk nipis dan jeruk buah diperas untuk
mendapatkan air jeruknya. Dipipet 10 mL dengan menggunakan pipet volume
kemudian ditimbang untuk mendapatkan beratnya.
Cara
I:
10
mL air jeruk nipis diencerkan dengan akuades sampai 100 mL. dipipet 10 mL lalu
dimasukkan kedalam labu titrasi. Kemudian ditambahkan 6 mL larutan H2SO4
2N, ditambahkan beberapa tetes larutan amilum 1% dan dititrasi dengan larutan I2
standar sampai berwarna biru.
Cara
II:
10
mL air jeruk nipis dimasukkan kedalam labu titrasi. Kemudian ditambahkan 6 mL
larutan H2SO4 2N, ditambahkan beberapa tetes larutan
amilum 1% dan dititrasi dengan larutan I2 standar sampai berwarna
biru.
E. DATA HASIL PENGAMATAN
Perlakuan
|
Hasil
Pengamatan
|
Massa
KIO3
|
0,3590
gram
|
Massa
jeruk nipis
|
9,9925
gram
|
Massa
jeruk buah
|
10,0155
gram
|
1. Jeruk Nipis Cara I
Volume
Sampel (mL)
|
Volume
titran I2 (mL)
|
10,0
|
0,55
|
10,0
|
0,55
|
10,0
|
0,50
|
2. Jeruk Buah Cara I
Volume
Sampel (mL)
|
Volume
titran I2 (mL)
|
10,0
|
0,50
|
10,0
|
0,49
|
10,0
|
0,50
|
3. Jeruk nipis cara II
Volume
Sampel (mL)
|
Volume
titran I2 (mL)
|
10,0
|
5,0
|
4. Jeruk Buah Cara II
Volume
Sampel (mL)
|
Volume
titran I2 (mL)
|
10,0
|
4,5
|
F. ANALISIS PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan
Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
·
N KIO3 = massa/Mr x 1000/100 x Valensi = 0,03590/214 x 1000/100 x 6 = 0,1006 N
·
(N x V) Na2S2O3 = (N
x V) KIO3
N Na2S2O3 x
10,37 = 0,1006 N
x 10,0 mL
N Na2S2O3
=
0,0970
N
2. Standarisasi Larutan
I2 dengan Larutan Standar Na2S2O30,01
N
·
(N x V) I2
= (N x V) Na2S2O3
N I2 x 10,0 =
0,0970 N x 7,48 mL
N I2
= 0,0726
N
3. Kadar Vit C dalam
Jeruk Nipis Cara I
·
% b/b = V I2 x
0,88 x0,00726/1.01 x100/ gram sampel x faktor pengenceran
% b/b = 0,533 x 0,88 x
0,0726 x 100/9,9925x 10
% b/b = 3,4078 g/100 gram
4. Kadar Vit C dalam
Jeruk Buah Cara I
·
% b/b = V I2 x
0,88 x 0,00726/0,01 x 100/gram sampel x faktor pengenceran
% b/b = 0,496 x 0,88 x
0,0726 x 100/10,0155 x 10
% b/b = 3,164 g/100 gram
5. Kadar Vit C dalam
Jeruk Nipis Cara II
·
% b/b = VI2 x
0,88 x 0,00726/0,01 x 100/ gram sampel x faktor pengenceran
% b/b = 5,0 x 0,88 x
0,0726 x 100/9,9925 x 1
% b/b = 3,197 g/100 gram
6. Kadar Vit C dalam
Jeruk Buah Cara II
·
% b/b = VI2 x
0,88 x 0,00726/0,01 x 100/ gram sampel x faktor pengenceran
% b/b = 4,5 x 0,88 x
0,0726 x 100/10,0155 x 1
% b/b = 2,870 g/100 gram
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, penentuan kadar vitamin C dalam
sampel jeruk buah dan jeruk nipis menggunakan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodine
sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah
dari sistem iodin dimana sebagai indikator larutan amilum. Potensial reduksi normalnya dapat ditunjukkan dengan
sistem reversible sebagai berikut:
I2 (aq) + 2e
→ 2I- ( + 0.5345 volt)
Kanji atau amilum dengan I2 akan bereaksi
dan reaksinya adalah reaksi yang dapat balik (reversible) :
I2 +
amilum → kompleks
iod-amilum
Kelarutan dari kompleks iod-amilum dalam air
adalah sukar larut. Jika pada reaksi ini, I2 yang diberikan
cenderung banyak maka kesetimbangan akan bergeser jauh di sebelah kanan
sehingga kompleks iod-amilum yang terbentuk banyak ditandai dengan terjadinya
endapan. Akibatnya jika pada titrasi I2 tereduksi, kesetimbangannya
tidak segera kembali bergeser ke arah kiri ditandai dengan warna kompleks
iod-amilum yang sukar hilang.
Praktikum ini diawali dengan membuat larutan baku primer
KIO3 0,01 N melarutkan 0,3590 gram KIO3 dalam aquades.
Setelah itu dilakukan pembakuan larutan Na2S2O3
0,01 N menggunakan larutan baku primer KIO3 0,01 N. Kegunaan dari
KIO3 adalah untuk mengoksidasi iodida menjadi iod secara
kuantitatif dalam larutan asam. Pembakuan
tersebut menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak
langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian
iodium yang terbentuk dititrasi dengan natrium thiosulfat. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
I2 + 2Na2S2O3 →
2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut : 2S2O32- → S4O62- +
2e-
Larutan KIO3 kemudian di pipet 10,00 ml dan
dimasukkan dalam labu titrasi. Ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N
dan 8 mL larutan KI 10 %. Fungsi penambahan H2SO4 2N
adalah untuk memberikan suasana asam sebab titrasi hanya dapat dilakukan pada pH 5-8
rendah. Fungsi larutan KI 10% adalah
untuk membentuk Ion tri-iodida (I3-). Reaksinya adalah :
I2
+ I- → I3-
Campuran tersebut lalu dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3
sampai warna kuning muda lalu ditambahkan 2-4 mL amilum 1%. Fungsi penambahan
amilum 1% adalah sebagai indikator. Penambahan
amilum dilakukan saat mendekati TAT agar amilum tidak membungkus iod yang
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Titrasi harus
dilakukan sesegera mungkin karena sifat I2 yang mudah menguap.
Saat ditambahkan amilum larutan berubah menjadi berwarna biru tua. Larutan lalu dititrasi kembali hingga warna biru
tepat hilang. Penggunaan indikator ini untuk
memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.
Fungsi dari pembakuan natrium tiosulfat oleh KIO3 adalah untuk
mengetahui normalitas dari natrium tiosulfat. Dari hasil praktikum diperoleh
normalitas dari Na2S2O3 sebesar 0,0970
N.
Setelah natrium tiosulfat dibakukan maka
bisa digunakan untuk membakukan larutan I2 untuk mengetahui
normalitas I2 . Larutan iodium 0,01 N diambil 10 mL kemudian
ditambahkan 2 mL H2SO4
2 N dan 8 mL KI 10 %. Larutan iodium sebelum dititrasi dengan natrium tiosulfat
berwarna kuning muda. Kemudian ditambahkan amilum 1% l dan dititrasi kembali
hingga larutan tepat berwarna biru. Dari hasil pembakuan diperoleh normalitas I2 sebesar 0,00726 N. Reaksinya sebagai berikut :
I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
Setelah itu dilakukan
preparasi pada sampel jeruk buah dan jeruk nipis. Sampel ditimbang
terlebih dahulu dan didapatkan massa untuk jeruk
nipis 9,9925 gram dan jeruk buah 10,0155. Untuk cara I sampel yang ditimbang langsung
diencerkan dengan menggunakan akuades
sampai 100 mL. Lalu sampel
dikocok sampai homogen dan diambil 10 mL dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator sebanyak 3 tetes. Setelah itu
dititrasi dengan menggunakan I2 0,01 N. Titrasi dilakukan sampai
larutan dalam erlenmeyer berubah warna menjadi biru, warna biru yang dihasilkan
merupakan kompleks iod-amilum
menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai TAT. Pada
cara I diperoleh kadar vitamin C sebesar 3,4078 % untuk jeruk nipis dan 3,164 % untuk
jeruk buah. Sedangkan untuk cara II, 10 mL sampel
yang sudah ditimbang langsung dititrasi menggunakan I2 dan diperoleh
kadar vitamin C dalam jeruk
nipis sebesar 3,197 % dan jeruk buah sebesar 2,870%.
Hasil penetapan kadar vitamin C pada praktikum ini terjadi perbedaan cukup besar antara kadar vitamin C pada sampel yang diencerkan dan pada sampel yang tidak diencerkan. Hal ini
dikarenakan konsentrasi vitamin C dalam sampel yang diencerkan terlalu kecil.
Sehingga titik akhir titrasi memiliki
selisih yang cukup besar. Dari hasil perbandingan dengan kadar vitamin C pada sampel hasil percobaan
jika dibandingkan dengan literatur maka diperoleh perbedaan cukup besar karena dari hasil percobaan titrasi iodimetri terdapat
kesalahan. Beberapa faktor sebagai berikut :
1.
Iodida
teroksidasi akibat pengaruh keadaan asam oleh O2 dari udara
Oksidasi iodida berjalan lambat dalam keadaan
netral, tetapi apabila keadaan asam bertambah, maka akan lebih cepat. Sinar
matahari pun dapat mempercepat reaksi itu, oleh karena itu ion-ion iodida yang
diasamkan/tidak diasamkan harus segera dititrasi. Reaksinya sebagai berikut :
4 I + O2 + 4 H+
→ I2 + 2H2O
2.
Iodium
mudah menguap
Agar penguapan larut Iodium tidak begitu besar,
maka larutan itu seharus dibubuhi KI hingga berlebih (Konsentrasi I-
minimal 4 %), Iodida yang ditambahkan itu mengikat molekul-molekul Iodium
menjadi ion triiodida. Karena reaksi ini bolak balik maka suatu larutan tri
iodida pada reaksi-reaksi kimia bereaksi sebagai Iodium murni. Tetapi pada prakteknya
tidak ditambahkan KI dan pada saat titarsi Erlenmeyer tidak di tutup
kemungkinan iodium menguap yang dapat mempengaruhi titik akhir titrasi menjadi
terlalu mencolok, yang seharunya berwarna biru. Oleh karena itu titrasi ini
sebaiknya menggunakan Labu Erlenmeyer bertutup. Selain itu, I2
merupakan zat yang mudah terurai oleh cahaya. Untuk itu dalam penyimpanannya
harus menggunakan botol coklat dan juga pada saat titrasi harus menggunakan biuret
coklat.
H. KESIMPULAN
1.
Pada cara I
diperoleh kadar vitamin C sebesar 3,4078 % untuk jeruk nipis dan 3,164 % untuk
jeruk buah.
2.
Sedangkan untuk cara II diperoleh kadar
vitamin C dalam jeruk
nipis sebesar 3,197 % dan jeruk buah sebesar 2,870%.
I. DAFTAR
PUSTAKA
Basset,
J. Dkk. 1994. Buku Ajar Vogel –
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Day, R.A. Dkk. 2002 . Analisis
Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta : Penerbit PT Gramedia.
Poedjiadi,
Anna. 1994. Dasar–Dasar Biokimia.
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Sudarmaji,
Slamet. Dkk. 1989. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
hai mahardika,, sharing dong , kebetulan judul KTI ku saat ini hampir serupa dengan coretan kamu ini nih :)
BalasHapusMaaf ini acuan atau standarnya darimana ya? adakah jurnal atau standar untuk penetapan tersebut?
BalasHapus