Rabu, 03 Desember 2014

Edit

PENENTUAN KADAR LAKTOSA DALAM SUSU CAIR KEMASAN MENGGUNAKAN METODE LUFF SCHOORL

A. TUJUAN
Menentukan kadar laktosa dalam susu cair kemasan menggunakan metode Luff Schoorl
B. PRINSIP
Laktosa bersifat reduktor akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+ ditetapkan dengan titrasi iodometri. Dengan menetapkan larutan blanko, maka volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi kelebihan Cu2+ dapat diketahui, dan setara dengan jumlah laktosa yang terdapat dalam sampel.
C.DASAR TEORI
Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan bayi mammalia, termasuk manusia, yang mengandung karbohidrat (laktosa), protein, lemak, mineral dan vitamin. Laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam susu yang dihasilkan oleh mammalia. Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4%. Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah keseluruhan kalori susu (35 – 45%). Di samping itu laktosa juga penting untuk absorpsi kalsium.
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi.
Metode Luff Schoorl merupakan salah satu metode untuk penentuan gula pereduksi. Pada penentuan metode ini, yang ditentukan bukannya kuprooksida yang mengendap tapi dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula pereduksi  (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula pereduksi ( titrasi sampel). Penentuan titrasi dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan kadar laktosa adalah kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih, adalah menunjukkan bahwa titrasi sudah selesai.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula pereduki dengan menggunakan metode Luff Schoorl dapat dituliskan sebagai berikut :
R – COH + 2CuO              Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO              CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI              Cu2I2
I2 + Na2S2O3                     Na2S4O6 + NaI
D. ALAT DAN BAHAN
 Alat                                                                
1.      Seperangkat alat reflux
2.      Gelas ukur
3.      Pipet volume
4.      Labu ukur
5.      Erlenmeyer
6.      Biuret
7.      Pipet tetes
8.      Hot plate
9.      Botol semprot
 Bahan
1.      Sampel susu kemasan “Indomilk”
2.      Larutan natrium karbonat
3.      Larutan asam sitrat
4.      Larutan tembaga sulfat
5.      Larutan asam sulfat pekat
6.      Larutan kalium iodida
7.      Larutan natrium thiosulfat
8.      Larutan seng nitrat
9.      Larutan kalium iodat
10.  Larutan natrium hidroksida
11.  Amilum
12.  Akuades
E. LANGKAH KERJA
1.      Sampel susu cair merk “Indomilk” dipipet sebanyak 10,0 mL ditambah 5 mL pereaksi ZnSO4 [ZnSO4.10H2O 375 gram dilarutkan dalam 2125 mL akuades], digojog. Ditambahkan 5 mL larutan NaOH [93 gram NaOH dilarutkan dengan akuades sampai 3 liter : 0,75 N] di gojog baik-baik, kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume 50 mL.
2.      Suspensi didiamkan selama lebih kurang 10 menit untuk mengendapkan semua protein, kemudian disaring dengan kertas saring, filtrat dikumpulkan. Filtrat saringan pertama (kira-kira 10 mL) dibuang.
3.      Dipipet 1,0 mL filtrat yang jernih, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 10,0 mL Larutan Luff Schoorl [6,25 gram CuSO4.5H2O (bebas dari besi) dilarutkan dalam 25 mL akuades, 12,5 gram asam sitrat dilarutkan dalam 12,5 mL akuades dan 35,95 gram Na2CO3 anhidrat dilarutkan dalam 75 sampai 100 mL akuades mendidih. Larutan asam sitrat nya dituangkan ke dalam larutan soda sambil digojog hati-hati, selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah akuades sampai 250 mL. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan dan disaring].
4.      Setelah ditambah beberapa buah batu didih, Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan (maksimal 2 menit sudah mendidih). Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.
5.      Selanjutnya didinginkan, lalu dengan hati-hati ditambahkan 15 mL H2SO4 26,5% [4 mL H2SO4 pekat dimasukkan gelas beker yang telah berisi akuades 11 mL], dan ditambahkan 10 mL KI 20% [ 2 gram KI dilarutkan dalam akuades sampai volume 10 mL].
6.      Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan Na2SO30,1 N [25 gram Na2S2O3.5H2O ditambah 0,3 gram dimasukkan dalam labu ukur 1 liter dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas] sampai berwarna kuning pucat. Ditambahkan 1 mL indikator amilum [1 gram amilum solubel disuspensi dengan akuades, dimasukkan dalam akuades mendidih 100 mL], lalu dilanjutkan titrasi sampai warna abu-abu (warna putih susu).
7.      Dibuat larutan blanko dengan mengganti 10,0 mL susu dengan 10,0 mL akuades. Perlakuan blanko seperti pada larutan sampel.
8.      Menghitung kadar laktosa, dengan menggunakan tabel I.
mL Na2S2O3 (0,1 N)
mg Laktosa
mL Na2S2O3 (0,1 N)
mg Laktosa
1
3,6
11
40,8
2
7,3
12
44,6
3
11,0
13
48,4
4
14,7
14
52,2
5
18,4
15
56,0
6
22,1
16
59,9
7
25,8
17
63,8
8
29,5
18
67,7
9
33,2
19
71,7
10
37,0
20
75,7

F. DATA HASIL PRAKTIKUM

Pengamatan pada
Volume zat yang dititran (mL)
Volume pentitran (mL)
Sampel 1
10
9,00
Sampel 2
10
9,30
Blanko
10
11,00

H. PEMBAHASAN
            Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar laktosa dalam susu cair kemasan menggunakan metode Luff Schoorl.  Sampel yang digunakan adalah susu kemasan merk “Indomilk”.  Laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat (gula) yang terdapat  pada susu. Laktosa termasuk salah satu gula pereduksi, sehingga kadarnya dapat dihitung secara kuantitatif dengan menggunakan metode tersebut.
            Metode Luff Schoorl merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat secara kimiawi. Prinsip dari metode ini adalah laktosa bersifat sebagai gula pereduksi maka akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+ ditetapkan dengan titrasi iodometri. Dengan menetapkan larutan blanko, maka volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi kelebihan Cu2+ dapat diketahui, dan setara dengan jumlah laktosa yang terdapat dalam sampel.
Iodometri adalah titrasi tidak langsung yang digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Melalui titrasi tak langsung ini maka semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya direaksikan terlebih dahulu dengan ion iodida berlebih sehingga I2 dapat dibebaskan. Selanjutnya I2 yang dibebaskan ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S2O3 dengan indikator amilum. Selain itu, titrasi iodometri ini digunakan untuk pembakuan larutan Na2S2O3 yang akan digunakan sebagai pentitran.
Pada praktikum ini, sampel susu yang digunakan adalah Indomilk. Untuk membuat satu larutan blanko dan dua larutan sampel, sebanyak 10 mL  dari blanko (akuades) dan 10 mL dari sampel susu dipipet secara kuantitatif. Selanjutnya ketiga larutan tersebut ditambahkan 5 mL larutan ZnSO4 dan 5 mL larutan NaOH. Selanjutnya sampel dan blanko diencerkan dengan akuades di dalam labu ukur 50 mL. Penambahan ZnSO4 dan NaOH dilakukan untuk mengendapkan protein sehingga komponen-komponen lain yang terdapat pada susu dapat terpisah. Fungsi dari pemisahan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya pengendapan protein akibat penambahan reagen Luff Schoorl yang sebagian besar mengandung Cu(logam berat). Jika protein tidak diendapkan, maka akan berpengaruh pada hasil analisis. Selanjutnya suspensi didiamkan hingga 10 menit lalu disaring dengan kertas saring. Sebanyak 1 mL saringan pertama dibuang untuk menghilangkan sisa komponen lain yang mengganggu analisis.
Gambar 1. Larutan sampel dan blanko yang didiamkan
Filtrat hasil dari penyaringan lalu dipipet sebanyak 1 mL secara kuantitatif. Larutan sampel dibuat duplo untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan saat titrasi. Filtrat tersebut lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan Luff Schoorl sebanyak 10 mL. Sebelum di refluks, dimasukkan beberapa buah batu didih ke dalam masing-masing erlenmeyer. Batu didih ditambahkan untuk mencegah terjadinya bumping serta pemanasan dapat merata. Setelah itu larutan dipanaskan dengan menggunakan refluks. Tujuan dari perefluksan adalah untuk menghidrolisis sampel agar larutan menjadi bentuk monosakaridanya. Selain itu, untuk menghindari  keluarnya zat-zat volatile ke lingkungan. Setelah mendidih, proses pendidihan dipertahankan hingga 10 menit agar proses reduksi berjalan dengan sempurna. Saat proses tersebut, larutan Luff Schoorl akan bereaksi dengan sampel yang mengandung gula pereduksi, dalam hal ini laktosa. Laktosa akan mereduksi CuO menjadi Cu2O yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Reaksinya sebagai berikut : 
R-COH + CuO                 Cu2O  (endapan merah) + COOH
Gambar 2. Proses merefluks sampel dan blanko
Setelah direfluks, campuran lalu didinginkan. Selanjutnya dilakukan penambahan larutan H2SO4 dan larutan KI ke dalam masing-masing erlenmeyer.  Pada penentuan metode ini, yang ditentukan bukannya Cu2O yang mengendap tapi dengan menentukan CuO direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuan titrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan CuO yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan laktosa cara dengan ini mula- mula CuO yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam KI. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya CuO. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 . Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
R – COH + 2CuO              Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO              CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI              Cu2I2
I2 + Na2S2O3                     Na2S4O6 + NaI
Fungsi penambahan H2SO4 untuk mengoksidasi CuO menjadi CuSO4. Selanjutnya CuSO4 akan bereaksi dengan KI. Fungsi penambahan KI adalah untuk membuat zat oksidator tersebut menjadi terduksi sehingga mampu membebaskan  12.
Selanjutnya larutan ditirasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 hingga berubah warna menjadi berwarna kuning muda. Selanjutnya baru ditambahkan indikator amilum. Indikator amilum ditambahkan saat campuran mendekati TAT (titik akhir titrasi) karena amilum dapat mengikat iod dengan kuat, Jika ditmbahkan pada awal titrasi maka dapat menyebabkan warna pada saat TAT menjadi kurang jelas. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai didapatkan warna abu-abu yang cenderung putih susu.
Sebelum ditambahkan amilum

Setelah ditambahkan amilum
Selisih volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi larutan blanko dengan titrasi larutan sampel setara dengan kadar laktosa total yang terdapat pada susu. Pada praktikum ini diperoleh volume Na2S2O3 untuk titrasi sampel sebesar 9,00 mL dan 9,30 mL. Untuk titrasi larutan blanko dibutuhkan 11,00 mL Na2S2O3. Dariproses perhitungan diperoleh kadar laktosa yang terdapat pada susu “Indomilk” sebesar 3,4399 g/100mL.
I. KESIMPULAN
Pada praktikum ini kadar laktosa yang terdapat pada susu “Indomilk” dengan menggunakan metode Luff Schoorl sebesar 3,4399 g/100mL sampel.
J. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A., dan Underwood, 1996, Analisa Kimia Kuantitatif, Jakarta, Erlangga
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S., 1982, Kimia Organik Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga
Sudarmaji, S., 2003, Analisis Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta, Liberty



3 komentar: