Setelah sembuh
dari pemulihan luka karena kecelakaan. Aku sudah bisa ngampus seperti biasanya.
Tapi harus rela kalau setiap hari ngampus dengan muka yang selalu tertutup oleh
masker. Meskipun itu cukup mengganggu komunikasiku dengan orang-orang sekitarku,
tapi aku merasa lebih aman dan nyaman dengan cara ini. Aku tidak mau, orang
yang melihat lukaku merasa kasihan kepadaku ataupun mencibirku karena luka di
wajahku. Nyatanya aku tak cukup kuat untuk menghadapi cibiran yang akan
dilayangkan kepadaku. Namanya manusia
pasti ingin terlihat lebih baik di depan orang lain.
Okeee, aku
rapopo. :] Selain kuliah aku juga disibukkan dengan menjadi asisten dosen tiga
praktikum yang berbeda dan ada kewajiban memberikan tutorial kimia dasar 1 kepada
maba. Yah, namanya asdos ya pekerjaannya mengarahkan adik-adik kelas untuk
praktikum. Untuk praktikum kimia analitik 1 aku tidak mengalami kesulitan yang
berarti. Karena mereka sudah paham apa yang akan dilakukan karena praktikum
kimia analitik ini adalah praktikum individu. Jadi kalau mereka tanya tentang
kesulitan selama praktikum, aku tidak membutuhkan kekuatan yang ‘ngoyo’ untuk
ngomong. Karena mereka tanyanya satu-satu, jadi masih dengerlah ya karena
faktor volume suara yang rendah. Eh maklum bibir masi kaku karena ada bekas jahitannya.
Untuk ketawa aja agak ‘ngempet’ nyerinya. Untuk ngomongpun juga begitu. Beda
lagi untuk tutor kimia dasar 1, aku merasa bersalah karena belum bisa
menjelaskan materi dengan suara lantang
yang bisa di dengar oleh dua puluh anak di ruangan terbuka yang riuh. Akhirnya
aku menyerah dan meminta maaf kepada mereka karena keterbatasanku ini. Mereka
memaklumi keadaanku, mereka malah merasa kasihan. Duh, aku ndak suka
dikasihani. -_____-
Untuk
praktikum kimia lingkungan, aku fine saja. Mereka hanya ber-14 anak saja. Dan
kami praktikumnya di laboratorium yang lumayan cukup longgar. Sehingga saat aku
menginstruksikan langkah kerja praktikum, mereka masih bisa mendengar suaraku.
Mereka mengira aku memakai masker untuk menghindari bau buffer salmiak yang
menusuk hidung. Syukurlah, mereka tidak mengasihaniku. Tidak tanya kenapa aku
menutup mukaku dengan masker :]
Untuk
praktikum kimdas 1 aku belum sempat ngasdosi. Kata anak-anak praktikumnya di
gedung pertamina lantai 5. Hmmm..bahkan kakiku masih belum sembuh bener ini :[
Untuk naik ke ruangan di lantai 3 pun, aku masih merasakan ngilu dan
terengah-engah yang tidak pernah aku rasakan sebelum kecelakaan. Ya Allah,
paringi kuat! Aamiin :]
Karena
kebiasaan saat kuliah duduk di barisan kursi paling depan, aku merasa
dosen-dosen melihatku dengan pandangan yang ndak seperti biasanya. Mungkin mereka mengira
aku tidak sopan ataupun mereka justru penasaran kepadaku karena aku memakai masker
mekipun sudah ada di kelas yang berAC. Hahahaha...All is well :]
Eh iya, sempat
lupa. Ibu penyet madura langganku tetap mengenali wajahku meskipun aku pakai
masker. Ibuknya tahu kalau aku habis kecelakaan. Ibuknya bilang gini “ Owalah
nak, bilahi slamet yo nak. Awakmu padahal yo mbari loro tipus pisan lo.
Alhamdulillah ga enek luka dalam “. Loh, aku menjawab sambil melongo. Ternyata
ibu madura tahu dari Fara. Ibuknya juga sempet
tanya aku dirawat dimana, kalau di Surabaya katanya mau jenguk aku. Tapi aku
kan dirawat di Pare. Alhamdulillah, bertambah orang-orang yang menyayangiku.
Ingin secepatnya bengkak bibir
ini mengempis agar bisa cepat-cepat pasang gigi dan bisa ngomong seperti
biasanya. Tanpa masker. Aamiin
Tidak ingin terus-terusan
dikasihani oleh orang lain. Ingin jadi perempuan yang tegar dan tangguh.
Berikanlah kesembuhan ya Roob :]
Agar aku bisa melakukan tugasku sebagai mahasiswa tingkat akhir dengan hasil
yang memuaskan. Aamiin :]
0 komentar:
Posting Komentar