Jumat, 03 Oktober 2014

Edit

Gadis Bermasker

Setelah sembuh dari pemulihan luka karena kecelakaan. Aku sudah bisa ngampus seperti biasanya. Tapi harus rela kalau setiap hari ngampus dengan muka yang selalu tertutup oleh masker. Meskipun itu cukup mengganggu komunikasiku dengan orang-orang sekitarku, tapi aku merasa lebih aman dan nyaman dengan cara ini. Aku tidak mau, orang yang melihat lukaku merasa kasihan kepadaku ataupun mencibirku karena luka di wajahku. Nyatanya aku tak cukup kuat untuk menghadapi cibiran yang akan dilayangkan  kepadaku. Namanya manusia pasti ingin terlihat lebih baik di depan orang lain.
Okeee, aku rapopo. :] Selain kuliah aku juga disibukkan dengan menjadi asisten dosen tiga praktikum yang berbeda dan ada kewajiban memberikan tutorial kimia dasar 1 kepada maba. Yah, namanya asdos ya pekerjaannya mengarahkan adik-adik kelas untuk praktikum. Untuk praktikum kimia analitik 1 aku tidak mengalami kesulitan yang berarti. Karena mereka sudah paham apa yang akan dilakukan karena praktikum kimia analitik ini adalah praktikum individu. Jadi kalau mereka tanya tentang kesulitan selama praktikum, aku tidak membutuhkan kekuatan yang ‘ngoyo’ untuk ngomong. Karena mereka tanyanya satu-satu, jadi masih dengerlah ya karena faktor volume suara yang rendah. Eh maklum bibir masi kaku karena ada bekas jahitannya. Untuk ketawa aja agak ‘ngempet’ nyerinya. Untuk ngomongpun juga begitu. Beda lagi untuk tutor kimia dasar 1, aku merasa bersalah karena belum bisa menjelaskan materi  dengan suara lantang yang bisa di dengar oleh dua puluh anak di ruangan terbuka yang riuh. Akhirnya aku menyerah dan meminta maaf kepada mereka karena keterbatasanku ini. Mereka memaklumi keadaanku, mereka malah merasa kasihan. Duh, aku ndak suka dikasihani. -_____-
Untuk praktikum kimia lingkungan, aku fine saja. Mereka hanya ber-14 anak saja. Dan kami praktikumnya di laboratorium yang lumayan cukup longgar. Sehingga saat aku menginstruksikan langkah kerja praktikum, mereka masih bisa mendengar suaraku. Mereka mengira aku memakai masker untuk menghindari bau buffer salmiak yang menusuk hidung. Syukurlah, mereka tidak mengasihaniku. Tidak tanya kenapa aku menutup mukaku dengan masker :]
Untuk praktikum kimdas 1 aku belum sempat ngasdosi. Kata anak-anak praktikumnya di gedung pertamina lantai 5. Hmmm..bahkan kakiku masih belum sembuh bener ini :[ Untuk naik ke ruangan di lantai 3 pun, aku masih merasakan ngilu dan terengah-engah yang tidak pernah aku rasakan sebelum kecelakaan. Ya Allah, paringi kuat! Aamiin :]
Karena kebiasaan saat kuliah duduk di barisan kursi paling depan, aku merasa dosen-dosen melihatku dengan pandangan yang  ndak seperti biasanya. Mungkin mereka mengira aku tidak sopan ataupun mereka justru penasaran kepadaku karena aku memakai masker mekipun sudah ada di kelas yang berAC. Hahahaha...All is well :]
Eh iya, sempat lupa. Ibu penyet madura langganku tetap mengenali wajahku meskipun aku pakai masker. Ibuknya tahu kalau aku habis kecelakaan. Ibuknya bilang gini “ Owalah nak, bilahi slamet yo nak. Awakmu padahal yo mbari loro tipus pisan lo. Alhamdulillah ga enek luka dalam “. Loh, aku menjawab sambil melongo. Ternyata ibu madura tahu dari Fara. Ibuknya juga  sempet tanya aku dirawat dimana, kalau di Surabaya katanya mau jenguk aku. Tapi aku kan dirawat di Pare. Alhamdulillah, bertambah orang-orang yang menyayangiku.
Ingin secepatnya bengkak bibir ini mengempis agar bisa cepat-cepat pasang gigi dan bisa ngomong seperti biasanya. Tanpa masker. Aamiin
Tidak ingin terus-terusan dikasihani oleh orang lain. Ingin jadi perempuan yang tegar dan tangguh.
Berikanlah kesembuhan ya Roob :] Agar aku bisa melakukan tugasku sebagai mahasiswa tingkat akhir dengan hasil yang memuaskan. Aamiin :]


0 komentar:

Posting Komentar