Rabu, 10 September 2014

Edit

Cinta Monyet

Tadi pagi, sebelum kuliah Kimia Minyak Bumi sempat ngobrol asyik dengan Dira. Denger-denger gosip dari teman-teman,  bulan desember  entar Dira udah mau nikah sama mas Bombom. Aku sebagai teman yang kepo, tanya-tanya soal kebenaran kabar tersebut. Ternyata benar, Dira sama mas Bombom rencananya cuma mau  ijab qobul saja. Resepsinya nanti setelah wisuda tahun 2015. Ngomongin ngalor ngidul tentang nikah, ujung-ujungnya ngomongin mantannya Dira yang masih satu kampus yang kalau ketemu masih selintutan. Dira sempet negur mantannya, tapi jawaban mantannya agak ndak ngenakin ati lah. Dira sempet berucap,  mantan itu gamungkin bisa jadi sahabat,tapi kalau musuh masih ada kemungkinan untuk menjadi sahabat. Denger omongan Dira, aku tersentak kaget. Lumayan kesindir dengan omongannya yang lumayan ada benarnya. Dipikir-pikir memang benar kok, dari semua mantan semuanya lost contact. Ndak ada hubungan lagi setelah putus. Meskipun sering ketemu, gapernah say hello.
Ngomongin mantan, jadi ingat sama cinta monyetku jaman aku masih SMP. Sempat jadian beberapa tahunlah. Kalau ingat jaman itu, pengen ketawa-ketawa sendiri. Apalagi waktu nembak, meskipun dikasih bunga mawar hasil nyolong dari tetangganya, aku tetep aja ngerasa so sweet saat itu. Bunga mawar tersebut lalu aku simpan dalam buku diary sampai akhirnya rontok dan mengering. Hahahaha :p
Terus saat ulang tahun, dia udah mikir surprise yang menurutku lumayan bikin aku melting :] Dikasih hadiah mukena :] Surprisenya pun dilakukan setelah ngaji (jaman itu aku ngaji di masjid, dia juga ngaji). Dengan mengarahkan teman-teman ngaji, maka terasa semaraklah surprise itu. Kalau ingat betapa banyaknya balon yang dia tiup untuk ngasih surprise aku, sempat ngrasa kasian saat balon itu dengan mudahnya diletuskan untuk mengagetiku :]
Berangkat sekolahpun aku juga ditemani, dia naik sepeda motor untuk berangkat ke SMKnya, sedang aku naik sepeda untuk berangkat ke  SMP, karena waktu itu dia pun sekolah di Pare. Kami mengendarai sepeda beriringan sampai berpisah di depan SMPku. Sorenya ketemu lagi untuk ngaji :] Begitu seterusnya setiap hari selama beberapa tahun. Karena satu desa maka kesempatan untuk bertemu pun juga sangat sering. Hampir setiap hari bertemu saat ngaji, saat pulang ngaji di antar pulang mengendarai sepeda onthel berdua. Dia mbonceng aku sampai dekat rumah, ga berani sampai depan  rumah. Takut kena amuk bapakku. Hahahaha..Kalau di ingat-ingat ya pengen ketawa.. Kok ya lucu ya jaman-jaman itu.
Karena terjadi pertengkaran kecil ala anak muda, maka kandaslah cinta monyet jaman SMP tersebut. Masih sempet berhubungan baik lewat SMS, waktu aku masih SMA dia masih sempet kok setiap tahun ngucapin selamat ulang tahun ke aku. Akupun juga demikian, masih sempat mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Akan tetapi, semenjak kuliah di Surabaya ini. Aku sama dia benar-benar lost contact. Meskipun satu desa, saat aku pulkampun aku ndak pernah ketemu dia. Hanya bertemu pas hari raya saja, itupun saat berjabatan tangan dia tak berani memandang mataku. Dia hanya mengatakan “Sepurane sing akeh yo dik” itu saja...Ngrasa agak janggal se, tapi yaweslah. Yang aku pengen se, ya tetap menjaga pertemanan lah ya. Aku sama dia kan dulu masih cinta monyet se. Hahahaha
Rasanya omongan Dira memang ada benernya kok...Mantan itu ndak bisa jadi sahabat...Aku akan menunggu kelanjutan cerita ini. Apakah hipotesis Dira itu akan terpatahkan oleh waktu?
Wallahu’alam bissawab :]

  
Mulyorejo Utara 113, 10 September 2014 23:18


Sabtu, 06 September 2014

Edit

Surat Cinta Untuk Calon Suamiku di Masa Depan Part II


Dear Kang Masku di Masa Depan,
Apa kabar kamu mas?
Kamu sekarang di mana mas?
Jauh kah dari Surabaya?
Atau jangan-jangan kamu juga ada di Surabaya?
Pertanyaan itulah yang setiap hari berkelilingan di otakku.
Sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu mas. Kamu juga kah mas?
Pengen share cerita ini ke kamu, aku juga bingung jika dihadapkan dengan pertanyaan ini. Nanti, diskusi bareng ya mas :] (insyaAllah)
Kemarin, waktu aku bantu mbak kos menyiapkan souvenir untuk pernikahannya, sempat diskusi masalah mengasuh anak. Aku sempat speechless saat ditanya, “saat sudah nikah nanti ingin kerja ndak dek? terus ngurus anakmu nanti gimana dek? kalau suami gak mengizinkan kerja gimana dek?”
Sebagai mahasiswi yang masih polos, yang tiba-tiba  diberondong pertanyaan semacam itu aku terdiam sejenak. Mencoba menjawab pertanyaan itu sebijak mungkin tanpa harus menyakiti hati mbak kos yang notabene ndak dibolehin kerja sama calon suaminya setelah menikah .
Aku menjawab dengan suara yang pelan “ Ehm, gini mbak Nay. Setelah menikah, istri adalah menjadi tanggung jawab suami. Akan tetapi alangkah baiknya masalah tersebut di diskusikan dengan serius dengan suami mbak. Istri bekerja bukan sebuah kewajiban, akan tetapi alangkah baiknya membantu suami menyiapkan tabungan masa depan untuk anak-anak mereka kelak. Seorang istri jika bekerja hendaknya juga tidak boleh menyita waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan tidak  boleh mengabaikan tugasnya sebagai seorang istri. Jikalau suami tidak mengizinkan, kita bisa tetap kerja di rumah mbak. Bisa jualan online, wirausaha toko kelontong, buka bimbel. InsyaAllah ndak mengganggu waktu bersama keluarga. Untuk masalah anak, kita sebagai seorang istri kelak akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anak kita kelak mbak. Sebaiknya anak juga tetap dalam asuhan kita mbak. Agar kita bisa tahu tumbuk kembang anak kita setiap harinya. Sepertinya aku menjadi sok bijak ya mbak. Tapi, semua sebaiknya didiskusikan dengan suami. Karena suami adalah imam kita. Dia pasti akan menjadi nahkoda yang handal agar bisa melewati kerasnya ombak di samudra kehidupan berumah tangga mbak. Yakin sama mas Wanda mbak. InsyaAllah mas Wanda juga ingin yang terbaik bagi keluarganya kelak.”
Butuh waktu yang cukup lama untuk menjawab pertanyaan mbak Nailis. Sekiranya kamu nanti juga berfikiran sama dengan mas Wanda. Aku percaya, kamu ingin yang terbaik untuk kita. Tapi yakinlah, aku bekerja bukan untuk diriku sendiri. Aku bekerja hanya untuk membantumu menyiapkan masa depan anak kita, agar mereka kelak bisa memperoleh pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi dari kita.
Aku percaya kamu akan membawa keluarga kita tetap bertahan mengarungi derasnya ombak di samudra kehidupan ini. Aku yakin, kita pasti bisa melewatinya. Bismillah :]
Aku menunggumu selalu mas :]
InsyaAllah akan segera dipertemukan :]

Aamiin :]