Aku tak ingin
terlihat seperti orang bodoh yang memaksakan jalan cerita. Aku hanya ingin
menikmati cinta padamu secara diam. Lewat rangkaian kata yang aku ungkapkan di
blog ini, aku berharap kelak suatu saat nanti kamu akan menyadarinya. Menyadari
bahwa ini untuk kamu, tuan. Maaf kalau ternyata aku tak memiliki kemampuan
untuk mengungkapkannya padamu langsung. Maaf pula, kalau aku ternyata
sepengecut ini.
8 Februari,
hari pertama kita bertemu. Pertemuan yang sudah aku harapkan sejak 3 minggu sebelumnya.
Aku tidak menyangka bahwa aku terlalu cepat mengagumimu tuan. Kamu menyapaku pertama
kali dengan mengatakan “mbak mahardika ya?” sontak aku ulurkan tanganku untuk
menyalamimu sambil memperkenalkan diri “dika, mas”. Sejak tatapan yang tidak
lebih dari 1 menit itu, membuatku langsung jatuh cinta. Entah itu cinta atau
kekaguman yang hanya sementara saja. Perkenalan kita kala itu membuatku salah
tingkah. Kamu tahu tuan apa alasannya? Saat itu batinku berkata, suatu hari
nanti, orang yang bediri di hadapanku akan menjadi topik utama kerisauan yang
aku alami. Dan itu kamu tuan.
Cukuplah kamu
ada dalam hatiku, kamu tidak perlu tahu tentang perasaan yang tolol ini. Kamu
tuan, yang selalu aku sebut namamu dalam setiap ujung doaku. Semoga suatu saat
nanti, Allah akan mempertemukan kita lagi setelah pertemuan tanggl 8 Februari
itu. Semoga pertemuan itu murni pertemuan yang direncanakan Allah untuk
mempersatukan kita.
Tuan, setiap
hari rasa cinta ini semakin tumbuh
dengan sendirinya. Mencintaimu adalah sebuah rumus sederhana. Aku melepaskanmu,
membiarkanmu terbang di duniamu. Sementara,biarkanlah aku menjadi wanita yang
bestatus “kenalan”. Sebab akupun juga tidak tahu, apakah cinta ini hakiki atau
sementara. Aku pasrahkan saja kepada Allah. Sebab Dia-lah yang tahu kemana
hatiku akan bertepi.
0 komentar:
Posting Komentar