Melepas yang hampir tergenggam bukanlah sesuatu yang mudah. Iya, sekali lagi bukan hal yang mudah. Perjalanan pulang dari kantor menuju kos disponsori oleh air mata. Iya air mata. Aku terlalu cengeng akhir akhir ini. Entah mengapa hatiku mendadak menjadi melankolis. Air mata secara spontan menetes hingga masker yang aku kenakan menjadi basah. Ah dika, kamu tak seharusnya meneteskan air mata hanya masalah cinta. Kamu sudah tahu sebelumnya kalau endingnya akan seperti ini. Iya, kamu tiada kuasa menolak untuk menjalaninya. Hatimu nyatanya mulai rapuh. RAPUH.
Dika jadilah kamu wanita yang tangguh. Buatlah anak anakmu kelak bangga memiliki ibu yang struggle, yang tahan banting. Sudah cukup, usaplah airmatamu. Biarkan dia pergi. Relakan. Mungkin dia bukan yang disiapkan Tuhan untukmu. Mau tidak mau kamu harus mau menerima kenyataannya. Kamu harus ikhlas. Lillahita'ala.
Aku menulis curhatan ini ditemani dengan derasnya hujan yang mengguyur Surabaya. Terimakasih hujan sudah menyemarkan isak tangisku di kamar kos ini.
Dharmawangsa 8 no 8, 9 November 2015
Dika jadilah kamu wanita yang tangguh. Buatlah anak anakmu kelak bangga memiliki ibu yang struggle, yang tahan banting. Sudah cukup, usaplah airmatamu. Biarkan dia pergi. Relakan. Mungkin dia bukan yang disiapkan Tuhan untukmu. Mau tidak mau kamu harus mau menerima kenyataannya. Kamu harus ikhlas. Lillahita'ala.
Aku menulis curhatan ini ditemani dengan derasnya hujan yang mengguyur Surabaya. Terimakasih hujan sudah menyemarkan isak tangisku di kamar kos ini.
Dharmawangsa 8 no 8, 9 November 2015